close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi revisi KUHP. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi revisi KUHP. Alinea.id/Firgie Saputra
Nasional
Senin, 05 Desember 2022 21:07

YLBHI: Pemerintah masukkan delik pidana baru dalam RKUHP

Padahal, menurut YLBHI, masih banyak muatan pasal di RKHUP yang kontroversial.
swipe

Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyesalkan DPR yang menyetujui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk disahkan dalam rapat paripurna. Padahal, masih banyak muatan pasal di RKHUP yang kontroversial. Selain itu, berdasarkan temuan YLBHI, pemerintah memasukan pasal baru yang sebelumnya bukan ranah pidana.

"Terakhir kami melihat pasal yang di-share oleh pemerintah, per 30 November 2022, kami masih menemukan banyak sekali pasal-pasal yang bermasalah, pasal yang mungkin terinterpresrasi, dan bahkan pasal yang kemudian dia (pemerintah) menambahkan pidana baru, yang sebelumnya bukan tindak pidana," ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur di kompleks Parlemen, Senayan, Senin (5/12).

Menurut Isnur, pasal-pasal kontroversial ini menjadi ancaman bagi pihak yang memiliki pandangan berbeda dan kritis terhadap pemerintah. Tentu saja, menyebabkan iklim demokrasi di Indonesia semakin bergerak mundur.

"Tentu saja di tengah suasana regresi demokrasi, di tengah suasana yang kembali ke otoritarian ini, semakin berbahaya mengancam orang-orang yang berbeda, orang-orang yang kritis, mengancam orang-orang yang bergerak untuk demonstrasi," katanya.

Isnur membeberkan delik baru yang dimasukan pemerintah dalam RKUHP, yakni Pasal 412 tentang kohabitasi dan pasal perzinahan. Menurutnya, yang bahaya dari pasal ini bukan hanya ancaman dan delik aduannya tetapi sebelumnya hal itu bukan tindak pidana.

"Sebelumnya dia itu ya moral biasa. Kalau Anda misalnya punya moral agama, moral itu wilayah dosa. Silakan hubungannya dengan Tuhan Anda. Sekarang tiba-tiba jadi urusan pidana. Jadi kejahatan yang baru. Jadi sebuah delik dengan norma kejahatan, diatur pidana," ungkap Iznur.

Menurut dia, pasal kohibitasi berpotensi menjadi alat kesewenangan bagi masyarakat melakukan penggerebekan terhadap pasangan yang bukan suami istri.

Diketahui, Pasal 412 RKUHP berbunyi: Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

- Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

- Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

2. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai

"Ada potensi seperti itu karena di masyarakat bilang 'loh kok enggak ada yang mengadukan?' 'Enggak ada yang memeroses. Ya sudah, saya gerebek saja. Soal polisi nanti melakukan penyederaan soal nanti. Tetapi masyarakat sudah kadung tidak suka kan. Jadi hati-hati ketika merumuskan," tandasnya.
 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan